STRATEGI.ID - Miris memang! Anak mantan diktator dan koruptor Ferdinand Marcos Sr yang digulingkan dari kekuasaan dan diusir dari Filipina pada 1986 dalam Revolusi EDSA tetapi anaknya Marcos Jr menang telak dalam Pemilu Presiden (Pilpres) Filipina 2022.
Terpilihnya Marcos Jr yang akrab dipanggil Bongbong menjadi Presiden Filipina ini adalah sebuah anomali sosial. Praktek korupsi yang dikutuk manusia tetapi rakyat Filipina tidak menganggap perbuatan korupsi ayahnya Marcos Junior ini sebuah kejahatan. Esensi sejarah revolusi EDSA dalam penumbangan rezim Marcos begitu mudah hilang di rakyat Filipina.
Nampaknya, peristiwa Ferdianand Bongbong ini tidak tertutup kemungkinan akan terjadi juga di Indonesia. Indonesia dan Filipina sama-sama pernah memiliki sejarah mendapat rezim koruptor dan koruptor kelas kakap. Sejak Soekarno tumbang pada peristiwa berdarah 1965 dan digantikan oleh Soeharto.
Baca Juga: Liga 1 Indonesia, Bocoran Dari Tim PSM Makassar
Selama 32 tahun (1967 - 1998) Soeharto
berkuasa akhirnya ditumbangkan oleh gerakan reformasi dipelopori oleh mahasiswa. Setelah 3 hari Gedung MPR/DPR diduduki mahasiswa, Soeharto mengumumkan dirinya lengser keprabon.
Dalam era reformasi, sistem politik pun berubah total yaitu, sistem demokrasi memberikan hak kebebasan setiap warga negara Indonesia untuk berpolitik. Setiap WNI memiliki hak memilih dan dipilih dalam dunia politik. Meski WNI itu berasal dari keluarga dan kroni rezim Soeharto tapi hak politiknya tidak dikebiri dan juga memiliki hak untuk bisa mencalonkan diri sebagai presiden RI atau legislatif. Syarat presiden harus orang Indonesia asli juga dihapus dalam amademen UUD 1945.
Pemilu ulang 1999 untuk mengakhiri pemerintahan transisi Presiden BJ.Habibie yang menggantikan Soeharto, keluarga Cendana sempat menghilang dari panggung politik. Namun pada 2002, Hardiyanti Rukmana yang populer dipanggil Tutut selaku anak sulung Soeharto lalu membentuk Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB) dan dinyatakan lulus oleh KPU sebagai partai peserta pemilu 2004. Namun partai ini tidak lolos karena hanya memperoleh suara sebesar 2,11% dari syarat Parliamentary threshold sebesar 3%. Sehingga Tutut tidak bisa mencapres.
Pada pemilu 2009, PKPB mengubah namanya menjadi Partai Karya Pembangunan Bangsa dengan perolehan suara 1,4%. Namun keluarga Cendana sepertinya tidak pernah menyerah membangkitkan kembali kejayaan Dinasti Soeharto ini.
Baca Juga: Persib Bandung Adakan Seleksi Untuk Pemain Asia
Pada Pemilu 2014 bukan partai PKPB saja yang hadir untuk merebut kekuasaan. Mereka mendirikan 2 partai baru yaitu, Partai Nasional Republik (Nasrep) yang dibina oleh Hutomo "Tommy" Mandala Putra Soeharto dan Partai Karya Republik (Pakar) Ari Sigit Soeharto. Namun ketiga partai ini tidak lolos verifikasi administrasi Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Artikel Terkait
Ini Dia Daftar Tim Bulutangkis Indonesia Yang Bertolak ke Filipina
Usung Target Tinggi Tim Bulutangkis Indonesia Bertolak ke Filipina
Ribka dan Fadia Akan Kembali Bertarung di Filipina
Anomali Anak Diktator Menang Pemilu di Filipina, Aktivis 98 Ini Beri Peringatan
Kunci Sukses Indonesia Gulung Filipina di SEA Games